Surealisme dan Percikan Bumbu Lokal, Keindahan Permainan Olah Cerita Seno Gumira Ajidarma pada Buku Negeri Kabut

Nathania Luvena Lais
4 min readApr 5, 2022

--

Negeri Kabut, kumpulan cerita pendek Seno Gumira Ajidarma (cover terbitan Gramedia tahun 2016)

Seno Gumira Ajidarma memang senang menulis dengan tema-tema surealis dalam karyanya. Seperti pada dua belas cerita-cerita pendek pada Negeri Kabut. Seno sendiri mengakui ia amat senang menuliskan cerita-cerita tersebut.

“Sebenarnya saya tidak pernah ingin menulis cerpen-cerpen seperti dalam Saksi Mata — cerpen-cerpen itu dilahirkan oleh keadaan. Cerpen-cerpen yang selalu ingin saya tulis, adalah seperti yang terkumpul dalam Negeri Kabut ini.”- Pengakuan Seno Gumira Ajidarma pada pemunculan bukunya, Negeri Kabut, edisi pertama (1996)

Pada Negeri Kabut, cerita-cerita bertema surealis masih kental walaupun begitu halus dituturkan. Seno pandai merangkai kata-kata yang begitu mengalir, kalimat-kalimat dalam Negeri Kabut tidak menggunakan susunan kata-kata yang sulit. Kita dapat menikmati dan membayangkan alur dan suasana yang dibangun oleh Seno, meski membuat bertanya-tanya mengenai maksud dari masing-masing kisahnya. Di tiap cerita pada Negeri Kabut, selain surealisme Seno juga menambahkan bumbu lokal yang membuat ceritanya kian menarik dibaca. Bumbu lokal dalam buku ini lebih banyak berasal dari luar negeri, seperti Thailand, Vietnam, Bangkok, dan sebagainya. Seperti misalnya cerita Negeri Kabut, yang menjadi judul utama buku juga, mengambil latar belakang di negara Thailand dan berkisah tentang pengembaraan tokoh aku di antara perbatasan bukit-bukit Negeri Thai dengan Negeri Awan yang tak pernah terdapat di peta dunia manapun. Seno juga mengangkat soal konflik sosial, seperti perkara prostitusi yang marak di Pantai Pattaya serta para Gali (penjahat kelas teri) yang ditembak mati dan hilang misterius.

Seno merunut alur cerita-cerita pendek dalam Negeri Kabut berbeda-beda tiap kisahnya. Akan tetapi tampak kemiripan, dominasi alur kilas balik dari narasi para tokoh. Dengan kata lain, tokoh-tokoh utama akan terlempar dalam ingatan masa lampau ketika narasi masa yang sedang berjalan mengingatkan mereka ke sana. Seperti misalnya pada cerpen Negeri Kabut, di mana tokoh aku yang sedang mengembara dengan tujuan entah ke seluruh dunia akan teringat pada perjalanan-perjalanan sebelumnya ketika bertemu dengan penduduk atau singgah di suatu tempat. Seorang Perempuan dengan Rajah Kupu-Kupu di Dadanya dibuka dengan keanehan tokoh yang dari dadanya terdapat rajah, semacam tato, bergambar kupu-kupu dan tiap pagi seekor kupu-kupu keluar dari dadanya menuju matahari tetapi hancur terbakar menjadi abu sebelum sampai ke sana. Kemudian kita akan di antar mengenai kelahiran sang perempuan dan rajah di dadanya hingga awal mula seekor kupu-kupu dapat keluar dari sana.

Mereka membawa onggokan kayu besar dalam keranjang di punggungnya. Menapak diam dalam kelam tanpa suara, seperti menapaki jalan takdirnya yang tak terelakkan. Bagaimana caranya kita merasa bahagia dengan segala hal yang sudah didapatkan? Aku merasa malu dengan diriku yang selalu mencari, mencari, dan mencari, seolah tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang akan pernah menjadi cukup bagiku. — Negeri Kabut dalam kumpulan cerpen Negeri Kabut (Seno Gumira Ajidarma, hal 14).

Segala sesuatu terjadi tanpa perhitungan baik buruk untung rugi, segala sesuatu terjadi begitu saja tanpa siasat, tanpa gaya, tanpa cita-cita, bahkan barangkali juga tanpa nafsu birahi sama sekali. Sering kali jiwa lupa dirinya bagian dari tubuh, sering kali tubuh juga lupa dirinya bagian dari jiwa. Jika jiwa dan tubuh lupa bahwa mereka menyatu, menyatulah mereka dalam kealpaan semesta, — Perempuan dengan Rajah Kupu-Kupu di Dadanya dalam kumpulan cerpen Negeri Kabut (Seno Gumira Ajidarma, hal 25).

Sama hal dengan alur, sudut pandang tokoh yang digunakan Seno dalam tiap-tiap cerita pendek dalam Negeri Kabut-pun berbeda-beda. Kadang ia menggunakan tokoh aku, atau sudut pandang pertama, seperti dalam cerita Negeri Kabut sendiri. Menurut saya penggunaan sudut pandang pertama tersebut digunakan Seno dengan tujuan didapatkannya refleksi diri yang dalam dari tokoh tersebut dan didapatkan efek estetik cerita yang begitu halus dan mengalir. Hal yang sama juga terdapat dalam cerpen Rembulan Terapung di Kolam Renang (merupakan cerita favorit saya dalam Negeri Kabut ini), tokoh aku dilanda ketakutan amukan rakyat mencapnya rakus jika menemukan rembulan di kolam renangnya. Tokoh aku juga mempertanyakan pada diri sendiri tindakannya yang manakah yang membuat rembulan tersebut sedih, air mata rakyat kesusahan sebab tindakannya mana yang membuatnya menjatuhkan diri. Selain itu, Seno juga menggunakan sudut pandang ketiga dalam beberapa cerita-cerita pendek dalam Negeri Kabut. Hal itu memberikan efek pandangan yang lebih luas serta kesempatan tokoh-tokoh lain mendapatkan tempat cerita.

Mereka menyalakan semua keran lantas berebutan menjebol keran itu karena memang terbuat dari emas. Mereka mencopot semua lukisan. Menjilati semua kursi. Menggulung semua karpet. Memperkosa semua pembantu rumah tangga. Astaga. Kerakusan ternyata cuma soal kesempatan. Kerakusan cuma soal di mana kita berpijak. Itu cuma soal mencaplok atau dicaplok. — Rembulan Terapung di Kolam Renang dalam Negeri Kabut (Seno Gumira Ajidarma, hal 52)

Maka, untuk siapakah rembulan berduka? Apakah ia pantas berduka untuk sesuatu yang tak ada? Ia telah jatuh ke kolam renang karena air mata buaya. Kini buaya-buaya itu mengangakan mulutnya selebar-lebarnya berebutan merayap menelannya. Kesedihan seperti rembulan yang terapung di kolam renang, tapi tiada duka yang lebih murka selain kenyataan betapa setiap orang ingin menelan rembulan lebih banyak dari yang lainnya. — Rembulan Terapung di Kolam Renang dalam Negeri Kabut (Seno Gumira Ajidarma, hal 53)

Membaca Negeri Kabut dan permainan olah cerita Seno Gumira Ajidarma pada kedua-belas cerita pendeknya seperti tenggelam dalam dongeng. Seno begitu piawai membawa pembacanya turut dalam cerita dan menikmatinya sekaligus bertanya-tanya apa makna yang tersembunyi dalam simbol-simbol dan permainan kata yang dimainkan penulis.

--

--

Nathania Luvena Lais
Nathania Luvena Lais

Written by Nathania Luvena Lais

Tinggal nomaden di Bumi, Bulan, dan Dunia-Keabsurdan. Ini tempat main-mainnya nathluv, selamat datang!

No responses yet